مسـئلة
الحيـض
MASALAH DARAH HAIDL
Definisi Haid
Haid menurut bahasa artinya ialah mengalir. Adapun menurut istilah Syara’, yang
dinamakan haid ialah darah yang kebiasaan keluar dari farji (kemaluan)
seorang wanita yang telah berusia sembilan tahun, bukan karena
melahirkan, dalam keadaan sehat dan warnanya merah semu hitam menghanguskan (Fathul
Qarib:10).
Dasar
Hukum Haid
Adapun dasar hukum Haid adalah firman Allah Subhanahu wa Ta‘ala dalam
Alqur’an sebagai berikut:
ويسئلـونـك عن المحـيض قل هو اذ
ى فاعتزلـوا النساء فى المحـيض ولا تفربوهن حتى يـطهرن فإذ ا طهرن
فأتـوهن من حيث أمركم الله أن الله يحب التوابـين
ويحب
المتطهرين (البقرة :
222).
“Mereka bertanya kepadamu tentang haid.
Katakanlah: “Haid itu adalah kotoran.” Oleh karena itu hendaklah kamu
menjauhkan diri dari wanita di waktu haid, dan janganlah kamu
mendekati mereka, sebelum mereka suci. Apabila mereka telah suci,
maka campurilah mereka itu di tempat yang di perintahkan Allah kepada mu>
Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang taubat, dan menyukai orang-orang
yang mensucikan.”
(QS. Al-Baqarah: 222).
Dan
hadist Rasulullah Sallallahu ‘Alaihi wa Sallam Sebagai berikut:
أن
هذاأمرا كتبه الله على بنات أدم .(رواه البخارى ومسلم عن عائشة ).
“Sesungguhnya haid ini yang
telah menetapkan Allah atas anak-anak putri Nabi
Adam As.” (HR. Bukhari dan
Muslim dari ‘Aisyah Ra.).
Nama-Nama
Haid
Penyebutan nama haid menurut ulama Fuqaha terdapat 15 nama adalah sebagai
berikut:
1- حيض 2- محيض 3- محاض 4-
طمث 5- إكبار 6- طمس 7- عراك
8- فراك 9- اذى 10-
ضحك 11- درس 12-
دراس 13 - نفاس 14- قرء
15- إعصار
.
Binatang
Yang Mengalami Haid
Adapun hayawan atau binatang yang mengalami haid adalah delapan macam, yaitu sebagai berikut:
1. Orang wanita
2. Binatang kelawar
3. Binatang dlabu’ atau
kera
4. Binatang kelinci
(Jawa: mermut)
5. Binatang unta
6. Binatang cecak
7. Binatang kuda
8. Binatang anjing.
Akan tetapi selain orang wanita, binatang-binatang
tersebut haidnya tidak tertentu (Bujairami ala Al Khatib: 1/300).
Tanda-Tanda
Balig Bagi Wanita
Tanda-tanda balig bagi seorang anak wanita terdapat lima macam. Apabila salah satu dari lima perkara terdapat
padanya, maka dihukumi sudah balig, ialah sebagai berikut:
1. Sudah sampai umur 15
tahun Qamariyah (penanggalan bulan).
2. Keluar air mani dari
kemaluan setelah umur 9 tahun Qamariyah.
3. Keluar darah Haid
setelah umur 9 tahun Qamariyah Taqriban, ya-itu kira-kira atau
kurang sedikit dari 15 hari, walaupun hanya sebentar (Kasyifatu al
Syaja: 16).
4. Keluar bulu kemaluan
setelah umur 9 tahun Qamariyah (Tabyinal Ishlah: 157).
5. Dan kedua buah dadanya
sudah menonjol ke depan secara jelas (Bidayatul Ummat:
)
Tanda-Tanda
Balig Bagi Lelaki
Adapun tanda-tanda balig bagi seorang anak lelaki
sebanyak empat perkara. Apabila didapati pada seorang anak lelaki salah satu
dari empat perkara, maka anak tersebut dihukumi sudah berumur balig, yaitu
sebagai berikut:
1. Sudah sampai umum 15 tahun
Qamariyah (penanggalan bulan).
2. Keluar air mani dari
kemaluan setelah umur 9 tahun Qamariyah.
3. Keluar bulu kemaluan
setelah umur 9 tahun Qamariyah.
(Tabyinal
Ishlah: 157).
Permulaan
Haid Bagi Wanita
Usia
paling muda waktu keluar darah haid bagi seorang anak wanita, ialah berumur 9
tahun Qamariyah Taqriban (kira-kira). Adapun pengertian taqriban atau
kira-kira ialah, apabila seorang anak wanita yang cukup umur 9 tahun kurang 16
hari dan malamnya ke atas (waktu yang cukup digunakan paling sedikitnya haid
dan paling sedikitnya suci), mengeluarkan darah, maka tidak dihukumi haid,
tetapi dihukumi darah istihadlah atau darah rusak (Fathul Qarib pada Hamisy
Al Bajuri:1/112 dan Abyanal Hawaij: 11/268)
Adapun pada waktu mengeluarkan darah seorang wanita, sudah berusia 9
tahun kurang dibawahnya 16 hari dan malam (waktu yang
tidak cukup untuk paling sedikitnya haid serta paling sedikitnya suci) maka
dihukumi darah haid.
Apabila seorang wanita mengeluarkan darah beberapa hari yang sebagian sebelum
waktunya bisa haid, dan yang sebagian lagi setelah waktunya bisa haid, maka
darah yang pertama dihukumi darah istiha-dlah, dan darah yang akhir dihukumi
darah haid.
Suatu
Contoh
Sorang anak wanita cukupnya umur 9 tahun masih kurang 20 hari dan malam, lalu
ia mengeluarkan darah lagi lamanya 10 hari dan malam, maka darah yang pertama
selama 4 hari dan malam lebih sedi-kit, dihukumi darah istihadlah, karena
kurangnya dari cukup umur 9 tahun masih cukup untuk haid serta suci.
Adapun darah yang tertinggal, yang lamanya 6 hari dan malam, kurang sedikit,
dihukumi darah haid, karena kurangnya dari cukup u-mur 9 tahun sudah tidak
cukup untuk haid serta suci (Hasyiyah al-Jamal ala Syarhi al-Minhaj:
1/236).
Lamanya
Waktu Haid dan Sucinya
Seorang
wanita mengeluarkan darah yang dihukumi haid adalah sekurang-kurangnya masa
sehari semalam atau 24 jam, baik selama 24 jam itu darah keluar terus menerus,
atau terputus-putus selama 15 hari dan malam. Yakni suatu tempo keluar darah di
tempo lain putus darah, yang seandainya mengeluarkan darahnya itu terjumlah
cukup 24 jam, hal ini dihukumi darah haid, asalkan semuanya itu masih didalam
15 hari dan malam.
Sehingga, apabila darah yang keluar jumlahnya tidak cukup 24 jam, tidaklah
dihukumi darah haid, melainkan dihukumi darah istiha-dlat (Minhaju al-Qawim:
29 dan Abyanal Hawaij: 11/268).
Bahwa yang dimaksud dengan bil ittishal atau terus menerus yaitu
seumpama kapuk kapas dimasukkan ke dalam kemaluan wanita, masih adanya darah
itu, masih dihukumi mengeluarkan darah, sekalipun darah tidak sampai ke luar ke
tempat yang wajib dibasuh ketika istinja’ (ber-suci). Hasyiyah Al
Turmusi ala al Minhaju al-Qawim: 1/538).
Adapun sebanyak-banyaknya seorang wanita mengeluarkan darah haid adalah 15 hari
dan 15 malam.
Pada kebiasaanya, mengeluarkan darah haid selama 6 atau 7 hari dan malam.
Semuanya ini berdasarkan hasil penelitian Imam Syafi’i Ra kepada wanita Arab di
Timut Tengah. Adapun paling lamanya seorang wanita mengeluarkan darah haid
adalah 15 hari dan malam (Al Minhaju al-Qawim: 29).
Dan sekurang-kurangnya suci yang memisahkan antara satu haid dengan haid yang
lain ialah 15 hari dan 15 malam. Adapaun sebanyak-banyaknya suci tidak ada
batasnya, bahkan kadang sudah tidak keluar darah haid lagi, karena usia atau
keadaan. Dan pada kebiasaannya suci tersebut meliha kepada kebiasaannya haid.
Apabila haidnya enam hari, maka sucinya adalah 24 hari, dan apabila haidnya itu
tujuh hari, maka sucinya adalah 23 hari (Qutu al-Habib: 44).
Masalah-Masalah
Darah
yang keluar dari kemaluan seorang wanita yang sedang ha-mil adalah termasuk
darah haid, apabila lamanya sehari semalam serta tidak lebih dari 15 hari dan
malamnya, dan mengeluarkan darah tersebut sebelum melahirkan anak (Fathul
Wahhab: 1/27).
Seorang wanita ketika mengeluarkan darah haid dengan terputus putus, semuanya
dihukumi haid, baik ketika mengeluarkan darah atau ketika putus yang ada
sela-selanya itu.
Ketahuilah!
Seorang
wanita, sama saja Mubtadi’at (baru sekali mengeluarkan darah) atau Mu’tadat
(yang sudah pernah haid dan suci), dihukumi haid (haram melaksanakan
perkara yang diharamkan kepada orang yang haid), sebab hanya mengeluarkan
darah). Kemudian kalau darah terse-but ternyata putus sebelum cukup sehari
semalam, maka hukumnya bukan darah haid, sehingga ia diwajibkan mengqadla
shalat yang di tinggalkan selama mengeluarkan darah tersebut. Dan apabila darah
itu sampai cukup sehari semalam, maka tentunya dihukumi darah haid (Hasyiyah
Al Syarqawi ‘ala al-Tahrir: 1/152)
مسـئلة
النفاس
MASALAH DARAH NIFAS
Definisi
Nifas
Bahwa
Nifas menurut bahasa berarti melahirkan. Adapun menu-rut istilah Syara’, Nifas
ialah darah yang keluar dari kemaluan seorang wanita setelah melahirkan
(wiladah), dan sebelum melampui 15 hari dan malam dari lahirnya anak. Permulaan
nifas itu dimulai dari keluarnya darah, bukan dari keluarnya anak.
Darah yang keluar bersama bayi atau sebelum melahirkannya, tidak dihukumi
darah nifas, tetapi termasuk darah istihadlat atau darah rusak (darah
penyakit). (Fathul Qarib: 109, Bughiyatul Mustarsyidin: 22).
Dasar
Hukum Nifas
Masa kebiasaan seorang wanita atas keluarnya darah nifas adalah 40 hari,
sebagaimana yang diriwayatkan dari Ummu Salamah, dimana ia berkata:
كانت النفساء على عهد رسول الله
صلى الله عليه وسلم تقعدبعد نفاسها أربعين يوما او أربعين ليلة (رواه أبو داود
والترمذى ).
“Pada masa
Rasulullah Saw. Para wanita yang sedang menjalani masa nifas menahan diri
selama empat puluh hari atau empat puluh malam.” (HR. Abu Da-wud dan
Tirmidzi).
Para ulama dari kalangan sahabat Rasulullah Saw.
dan para tabi’in telah menempuh kesepakatan, bahwa
wanita-wanita yang sedang men-jalani masa nifas harus meninggalkan shalat
selama empat puluh hari. Apabila telah suci sebelum masa tersebut, maka
hendaklah mandi dan mengerjakan shalat, demikian dikatakan oleh Imam Tirmidzi.
Lamanya
Nifas dan Sucinya
Sekurang-kurangnya seorang wanita keluar darah nifas adalah satu tetesan,
kebiasaannya Nifas 40 hari dan malam, sedang sebanyak-banyaknya nifas, selama
60 hari dan malam. Semuanya ini juga dengan dasar hasil penelitian Imam Syafi’i
Ra. Kepa-da wanita Arab di Timur Tengah (Hasyiyah Al-Bajuri: 1/111 dan Abyanal
Hawaij: 11/268).
Paling lama nifas 60 hari tersebut, di hitung mulai dari keluarnya bayi. Adapun
yang dihukumi darah nifas itu mulai dari keluarnya darah. Sehingga,
seumpama seorang wanita melahirkan anak pada tanggal1 kemudian ketika
mengeluarkan darah mulai tanggal 5 itu penuh 60 hari dan malamnya, dimulai tanggal 5,
dan yang dihukumi darah nifas adalah mulai tanggal 5. Adapun waktu antara
lahirnya bayi dengan keluarnya darah, dihukumi suci. Oleh karena itu ia tetap
kewajiban shalat dan kewajiban kewajiban yang lain.
Masalah-Masalah
Batas antara lahirnya bayi dengan keluarnya darah nifas seorang wanita, paling
lama 15 hari. Apabila jarak antara keduanya lebih dari 15 hari, maka tidak
dihukumi darah nifas, tetapi dihukumi darah haid.
Apabila seorang wanita setelah melahirkan anak kemudian meng-eluarkan darah
dengan terputus-putus (setelah putus lalu keluar lagi), yang masih dalam 60
hari dan terputus-putusnya darah tidak sampai 15 hari, maka semua darah yang
dikeluarkan maupun putus-putus yang ada sela-selanya, darah tersebut dihukumi
darah nifas (Hasyiyah Sulai-man al-Jamal ‘ala Syarhi al-Minhaj: 1/227).
Contoh-Contoh:
Seorang wanita melahirkan anak, kemudian langsung mengeluar-kan darah selama 15
hari, lalu putus selama 14 hari, lalu keluar darah lagi selama 10 hari, maka
darah yang keluar serta putus di sela-selanya itu dihukumi nifas. Dan ia pada
waktu berhenti tersebut diwajibkan mandi, shalat dan lain sebagainya seperti
halnya orang yang suci, wala-upun akhirnya ternyata semuanya itu tidak sah,
karena sebenarnya masih ada di dalam nifas. Darah yang kedua (darah
keluar setelah berhenti) itu, mulai keluar darah setelah tenggang 60 hari dari
lahirnya anak, maka darah yang pertama (darah sebelum berhenti) dihukumi da-rah
nifas, darah kedua dihukumi darah haid dan berhentinya dihukumi keadaan suci.
Seorang wanita melahirkan anak, kemudian mengeluarkan darah selama 59 hari,
lalu berhenti selama dua hari, kemudian mengeluarkan darah lagi selama tiga
hari, maka darah yang pertama dihukumi nifas, darah yang kedua dihukumi haid
dan berhentinya dihukumi suci yang memisah antara haid dan nifas.
Dan seumpama darah yang kedua masih ada di dalamnya 60 hari, tetapi berhentinya
selama 15 hari, maka darah yang pertama juga dihu-kumi nifas, darah yang kedua
dihukumi haid dan berhentinya juga di hukumi suci.
Contohnya: Seorang wanita melahirkan anak, kemudian mengelu-arkan darah selama
10 hari, lalu berhenti selama 16 hari, kemudian mengeluarkan darah lagi, selama
4 hari, maka darah yang pertama dihukumi nifas, darah yang kedua. dihukumi haid
dan berhentinya dihukumi suci yang memisah antara haid dan nifas.
Peringatan!
Keadaan
suci yang memisahkan antara haid dengan nifas, atau memisahkan antara nifas
dengan nifas itu, tidak disyaratkan harus ada 15 hari 15 malam, melainkan bisa
saja hanya sehari atau bahkan kurang dari satu hari. Berbeda dengan keadaan
suci yang memisah antara haid dengan haid.
Contoh keadaan waktu suci yang memisahkan antara haid dengan nifas ialah:
1. Seorang wanita hamil
mengeluarkan darah 5 hari, kemudian berhenti sehari, lalu ia melahirkan anak,
kemudian mengeluarkan darah selama 40 hari, maka darah yang sebelum melahirkan
dihukumi haid, dan darah yang sesudah melahirkan dihukumi nifas. Jadi waktu
suci yang memisahkan antara haid dan nifas hanya sehari.
2. Seorang wanita
melahirkan anak, kemudian mengeluarkan darah selama 60 hari, kemudian berhenti
sehari, lalu keluar darah lagi selama 10 hari, maka darah yang sebelum berhenti
dihukumi nifas, dan darah keluar yang setelah berhenti dihukumi haid. Jadi
waktunya suci yang memisahkannya hanya sehari.
3. Waktu keadaan suci
yang memisahkan antara nifas dengan nifas: Se-orang wanita melahirkan anak,
kemudian disetubuhi oleh suaminya masih dalam keadaan nifas, dan akhirnya wanita
itu hamil lagi, lalu setelah selesainya nifas cukup 60 hari, darahnya berhenti
selama sehari, lalu ia melahirkan berupa segumpal darah, kemudian nifas lagi,
maka berhenti yang lamanya sehari itu dihukumi suci, yang memisahkan antara
nifas dengan nifas (Minhaju al-Qawim dengan Hasyiyah Sulaiman Kurdi
:1/131, Syarhu al-Mihaj serta Hasyiyah Sulaiman al-Jamal:
1/227).
Aneka Macam Darah
Faidah untuk mengetahui hukum-hukum istihadlat yang akan dibicarakan, maka
harus lebih dahulu mengetahui, bahwa darah itu ada yang kuat (warnanya tua) dan
ada yang lemah (warnanya muda). Untuk mengetahui perbedaan antara darah yang
kuat dengan darah yang le-mah, harus mengetahui warna-warnanya, rupa-rupa dan
sifat-sifatnya darah. Warnanya sebanyak 5 macam ialah:
1. السواد 2.
الخمرة 3. الشقرة 4. الصفرة 5.
الكدرة.
1. Darah hitam,
2. Darah merah,
3. Darah merah semu
kuning,
4. Darah kuning,
5. Darah keruh.
Darah hitam lebih kuat dari pada darah merah, darah merah lebih kuat dari pada
darah merah semu kuning, darah merah semu kuning lebih kuat dari
pada darah kuning, darah kuning lebih kuat dari pada darah keruh (Fathul Wahhab
pada Hamisy Sulaiman al-Jamal: 1/247).
Sifat-Sifat
Darah
Adapun sifat-sifat darah sebanyak empat macam ialah:
1. Darah kental dan bau
busuk
2. Darah kental belaka
3. Darah bau busuk
4. Darah tidak kental dan
tidak bau busuk.
Darah kental lebih kuat dari pada darah cair, darah berbau busuk lebih kuat
dari pada darah yang tidak berbau busuk, darah hitam kental lebih kuat dari
pada darah hitam tidak kental, dan darah kental berbau busuk lebih kuat dari
pada darah kental saja. atau berbau busuk saja (Fathul Wahhab pada Hamisy
Sulaiman al-Jamal: 1/247).
Apabila seorang wanita mengeluarkan darah dua yang sama sifat-nya, maka
didahulukan darah yang keluar pertama, seperti darah hitam cair dan merah
kental, darah hitam kental dan merah kental berbau dan seperti darah merah
berbau busuk dan darah hitam tidak berbau busuk.
Dan apabila sebagian darah mempunyai sifat yang menyebabkan kuat, dan sebagian
lagi juga mempunyai sifat yang menyebabkan kuat, maka yang dihukumi darah
kuat ialah darah yang lebih banyak sifat-sifatnya yang menyebabkan kuat.
Contoh-Contoh
Pertama, Darah hitam, kental dan berbau busuk lebih kuat dari pada darah
hitam, kental dan tidak berbau, dan lebih kuat dari pada darah hitam, cair dan
berbau busuk, dan lebih kuat dari pada darah merah, kental dan berbau busuk,
karena darah yang nomor pertama (hitam, kental dan berbau busuk) adalah
mempunyai sifat yang menye-babkan kuat jumlahnya ada tiga yaitu (1) Rupa atau
warna (2) Kental (3)Berbau.
Adapun darah yang kedua, ketiga dan keempat, hanyalah mempu-nyai sifat yang
menyebabkan kuat karena jumlahnya ada dua macam.
Kedua, Darah merah, kental dan berbau busuk adalah lebih kuat dari pada
darah hitam, cair dan tidak berbau busuk, lebih kuat dari pada merah, kental
dan tidak berbau busuk, lebih kuat dari pada darah merah, cair dan berbau
busuk, karena darah yang pertama (darah merah, kental dan berbau busuk) itu
mempunyai sifat yang menyebab-kan kuat jumlahnya, karena ada dua macam.
Ketiga, Darah merah semu kuning, kental dan berbau busuk itu lebih kuat
dari pada darah merah, cair dan tidak berbau busuk. Lebih kuat dari pada darah
merah semu kuning, kental dan tidak berbau bu-suk, lebih kuat dari pada darah
merah semu kuning, cair dan berbau busuk, karena darah yang pertama (darah
merah semu kuning, kental dan berbau busuk itu mempunyai sifat yang menyebabkan
hitungannya berjumlah dua.
Adapun darah yang kedua, ketiga dan keempat hanya mempunyai sifat yang
menyebabkan kuat jumlahnya hanya satu.
Keempat, darah hitam, cair dan berbau busuk itu lebih kuat dari pada
darah merah, kental dan tidak berbau busuk, lebih kuat dari pada darah merah,
cair dan berbau busuk, karena darah yang pertama itu mempunyai sifat yang
menyebabkan kuat cacahnya dua. Adapun darah selanjutnya, hanya mempunyai sifat
yang menyebabkan kuat, jumlahnya satu.
Kelima,
Darah hitam, cair dan tidak berbau busuk itu lebih kuat dari pada darah merah,
cair dan tidak berbau, darah merah, kental dan tidak berbau busuk, darah
kuning, cair dan berbau busuk lebih kuat dari pada darah kuninga, cair dan
tidak berbau busuk, karena tiap-tiqap darah yang pertama itu mempunyai satu
sifat yang menyebabkan kuat. Adapun tiap-tiap darah yang kedua, tidak mempunyai
sifat yang menye-babkan kuat sama sekali.
Apabila cacahnya sifat yang menyebabkan kuat, yang dimiliki sebagian darah yang
lain, maka yang dihukumi kuat adalah darah yang pertama kali keluarnya, seperti
contoh di bawah ini:
Pertama, Darah merah, kental dan berbau busuk dengan darah hitam, kental
dan tidak berbau busuk, atau dengan darah hitam, cair dan berbau busuk, maka
yang dihukumi kuat adalah darah yang per-tama keluarnya, karena sifat
yang menyebabkan kuat yang dimiliki itu jumlahnya sama keduanya.
Kedua, Darah merah, cair dan tidak
berbau busuk, dengan darah merah semu kuning, cair dan berbau busuk, maka yang
dihukumi kuat ialah darah yang lebih dulu keluarnya, karena sifat yang
menyebabkan kuat yang dimiliki itu sama dengan salah satunya.
Peringatan!
Bahwa yang dikehendaki berupa lemah, hanya berupa lemah saja, tidak tercampur
berupa kuat. Untuk itu apabila ada darah berupa lemah masih tercampur berupa
kuat, itu termasuk golongan darah yang berupa kuat. Sebagai contoh: Darah merah
terdapat garis-garis hitam itu di hukumi darah hitam, dan darah merah semu
kuning terdapat garis-garisnya merah, itu dihukumi darah merah, demikian dan
seterusnya (Tuhfah al-Muhtaj dengan Hasyiyah al-Syarwani: 1/402).
مسـئلةالا
ستحاضة
MASALAH ISTIHADLAT
Definisi Istihadlat
Istihadlat, menurut bahasa artinya mengalir. Adapun menurut
istilah Syara’, Istihadlat ialah darah yang keluar dari kemaluan seorang
wanita pada waktu selain waktunya haid dan nifas, dan bukan atas ja-lan sehat (Fathul
Qarib pada Hamisy Al-Bajuri: 1/109).
Seorang wanita yang mengeluarkan darah istihadlat dinamakan Mustahadlat..
Dasar
Hukum Istihadlat
Masalah istihadlat ini adalah berdasarkan Hadits
Nabi Muhammad Sallahu ‘Alaihi wa Sallam dari Ummu Salamah, yaitu:
عن أم سـلمة أن إمرأة كانت
تـهـراف الـدم على عهـد رسول الله صلى الله عليه وسلم استفتت لها أم سـلمة رسول
الله صلى الله عليه وسلم فقـال: لـتنظر عـدد
الليـالى والأ يـام التى كانت تحـيض من الشهر قبـل أن
يصيبهاالـذى أصابهـافلـتترك الصلاة قـدر ذلـك من الشهر
فإذا خلـفت ذلـك فلـتغتـسل ثـم لتستـثـفر بـالثوب ثـم
لتصـل. (رواه أبوداود
والنساء).
“Bahwa ia pernah meminta fatwa kepada Rasulullah Salla-llahu Alaihi wa Sallam
mengenai seorang wanita yang selalu menge-luarkan darah. Maka Rasulullah
bersabda: Hitunglah berdasarkan bilangan hari dan malam dari masa haid pada
setiap bulan berlangsungnya, sebelum ia terkena serangan darah penyakit yang
menimpanya itu. Maka tinggalkanlah shalat sebanyak bilangan haid yang biasa
dijalani setiap bulan. Apabila ternyata melewati dari batas yang berlaku, maka
hendaklah ia mandi, lalu memakai cawat (pembalut) dan mengerjakan shalat.” (HR.Abu Dawud dan
An-Nasai dengan isnad hasan).
Mustahadlat
Ada Tujuh Macam
Menurut
Syaikh Ibrahim Al Bajuri dalam kitab karangannya, Al Bajuri menerangkan, bahwa
mustahadlat, yakni orang yang menge-luarkan darah istihadlat terdapat tujuh
macam ialah:
مبتدأة
مميزة
Mubtadi’at
Mumayyizat
Pertama, Mubtadi’at Mumayyizat: yaitu seorang wanita yang baru saja
mengeluarkan darah haid pertama dan ia mampu membeda-beda kan darah yang
dikeluarkan diantara darah kuat (tua) dengan darah le-mah(muda). Adapun darah
yang lemah dinamakan istihadlat dan darah yang kuat dinamakan haid. Apakah
darah yang kuat itu keluar lebih dulu, atau terakhir atau di tengah, selama
tidak silih berganti.
Mubtadi’at Mumayyizat dapat dihukumi seperti di atas, apabila menepati
syarat-syarat empat perkara sebagai berikut:
1. Darah kuat tidak lebih
dari masa sehari semalam.
2. Darah kuat tidak lebih
dari 15 hari dan 15 malam.
3. Darah yang lemah tidak
kurang dari 15 hari dan 15 malam.
4. Antara darah kuat
dengan darah lemah harus tidak silih berganti.
Apabila syarat empat perkara tersebut tidak cukup, maka ia terma suk golongan Mubtadi’at
Ghairu Mumayizat, sebagaimana yang akan diterangkan.
Bagi Mubtadi’at Mumayyizat pada bulan pertama dalam melaksa-nakan mandi
harus menunggu penuhnya 15 hari dan 15 malam. Dan ia kewajiban mengqadla shalat
yang ditinggalkan, selama mengeluarkan darah lemah. Pada bulan kedua dan
seterusnya, ia dalam melaksanakan mandi sewaktu-waktu darah kuat yang keluar
sudah berganti dengan darah lemah. Pada bulan itu ia tidak mempunyai hutang
shalat.
Contoh-Contoh
1. Seorang wanita
mengeluarkan darah kuat selama tiga hari, lalu mengeluarkan darah lemah 27
hari, maka yang tiga hari pertama dihukumi darah haid, dan yang 27 hari
terakhir dihukumi darah istihadlat.
2. Seorang wanita
mengeluarkan darah kuat tujuh hari, lalu menge-luarkan darah lemah sembilan
hari, maka tujuh hari yang pertama dihukumi darah haid dan yang sembilan hari
dihukumi darah istihadlat.
3. Seorang wanita
mengeluarkan darah lemah selama 11 hari, lalu mengeluarkan darah kuat 12
hari,maka 11 hari yang pertama di-hukumi darah istihadlat, sedangkan 12 hari
yang akhir dihukumi darah haid.
4. Seorang wanita
mengeluarkan darah lemah selama lima hari, lalu mengeluarkan darah kuat selama
enam hari, kemudian keluar lagi darah lemah selama 19 hari, maka darah lima
hari yang pertama dihukumi darah istihadlat, enam hari yang di tengah-tengah di
hukumi darah haid dan 19 hari yang terakhir dihukumi darah istihadlat lagi (Syarah
al-Tahrir dengan Hasyiyah al-Syarqawi: 1/153, Hasyiyah Syarwani
ala al-Tuhfah: 1/402).
مبتدأة غير مميزة
Mubtadi’at Ghairu Mumayyizat
Kedua, Mubtadi’at Ghairu Mumayyizat, yakni seorang anak wanita yang baru
haid pertama kali, dan tidak bisa membeda-bedakan darah yang dikeluarkan antara
darah kuat dengan darah lemah, atau ia mam-pu membeda-bedakan darah yang
dikeluarkan, tetapi tidak memenuhi syarat-syarat Mubtadi’at Mumayyizat
yang jumlahnya ada empat macam seperti tersebut di atas.
Adapun hukumnya yang disebut haid hanya sehari semalam, dan masa sucinya adalah
29 hari dan malam untuk setiap bulannya sekira ia ingat waktu pertama mulai
mengeluarkan darah. Namun apabila ia tidak ingat akan permulaannya mengeluarkan
darah, maka ia termasuk golongan Mustahadlat Mutahayyirat (Mustahadlat
yang kebingungan). Insya Allah hukumnya akan diterangkan di atas (Hasyiyah
Al-Bajuri: 1/110).
Bagi seseorang Mubtadi’at Ghairu Mumayyizat ini untuk bulan pertama
dalam melaksanakan mandi, harus menunggu lengkapnya keluar
darah 15 hari dan malam. Dan ia diwajibkan mengqadla shalat selama 14 hari dan
malamnya. Untuk bulan kedua dan seterusnya, di-dalam melaksanakan mandi, ia
tidak lagi perlu menunggu sampai leng-kapnya 15 hari dan malam, tetapi apabila darah
sudah cukup sehari semalam, maka ia sudah kewajiban mandi. Pada bulan ini ia
tidak mem-punyai hutang shalat (Hasyiyah al-Jamal ‘ala Syarhi al-Minhaj:1/249).
Contoh-Contoh
Sebagai contoh-contoh dari masalah Mubtadi’at Ghairu Mumayyi-zat antara
lain adalah sebagai berikut:
1. Seorang wanita
mengeluarkan darah selama satu bulan, yang semua sifat-sifatnya (kuat atau
lemah) adalah sama, maka yang dihukumi darah haid hanya masa sehari semalam
yang pertama. Adapun seterusnya dihukumi darah istihadlat.
2. Seorang wanita
mengeluarkan darah selama empat bulan berturut turut, yang semua sifat-sifatnya
adalah sama, maka yang dihukumi darah haid hanya empat hari dan malamnya, yaitu
satu hari satu malam yang pertama. Sehari semalam tanggal 1 bulan kedua (31
harinya), sehari semalam tanggal 1 bulan ketiga (61 harinya), dan sehari
semalam tanggal 1 bulan keempat (91 harinya). Adapun selain empat hari dan
malamnya, semuanya itu dihukumi darah istihadlat.
3. Seorang wanita
mengeluarkan darah selama 16 hari, yang segala sifatnya adalah sama, maka yang
dihukumi darah haid hanyalah sehari semalam yang pertama. Adapun hari
seterusnya dinamakan darah istihadlat.
4. Seorang wanita
mengeluarkan darah selama 25 hari. Yang 23 jam darah kuat dan yang seterusnya
darah lemah, maka yang dihukumi darah haid hanya sehari semalam yang pertama.
Adapun hari yang seterusnya dinamakan darah istihadlat.
5. Seorang wanita
mengeluarkan darah selama 25 hari. Yang 16 hari darah kuat dan yang seterusnya
darah lemah, maka yang dihukumi darah haid hanyalah sehari semalam yang
pertama. Sedangkan hari yang seterusnya dihukumi darah istihadlat.
6. Seorang wanita
mengeluarkan darah selama 25 hari. Yang enam hari darah kuat, sedangkan yang 14
hari darah lemah, dan yang lima hari keluar darah kuat lagi, maka yang dihukumi
darah haid hanyalah sehari semalam yang pertama. Adapun hari selanjutnya
dinamakan darah istihadlat.
7. Seorang wanita
mengeluarkan darah selama 25 hari. Sehari semalam keluar darah kuat dan sehari
semalam keluar darah lemah, berselang seling seperti itu hingga sampai akhir,
maka yang dihukumi darah haid hanyalah sehari semalam yang pertama. Sedang hari
seterusnya dihukumi darah istihadlat.
معتادة مميزة
Mu’taadat Mumayyizat
Ketiga, Mu’tadat Mumayyizat, yakni seorang wanita yang sudah pernah haid
dan pernah suci. Ia mampu membeda-bedakan darah yang dikeluarkan pada antara
darah kuat dengan darah lemah. Hukumnya sama dengan Mubtadi’at Mumayyizat.
Kecuali kalau antara lamanya ke-biasaan lamanya haid dengan perbedaannya darah
ada tenggang selama 15 hari dan malamnya (waktu yang cukup untuk masa suci).
Suatu
Contoh:
Pada kebiasaan wanita haid itu tiga hari, kemudian pada suatu bulan ia
mengeluarkan darah 21 hari. Yang 19 hari darah lemah, sedang yang dua hari
darah kuat, maka yang dihukumi darah haid lima hari. Tiga hari yang pertama,
karena disamakan dengan kebiasaannya, dua hari yang terakhir, karena adanya
perbedaan darah. Adapun 16 hari yang tengah-tengah, dihukumi darah istihadlat.
Peringatan!
Bahwa semua syarat-syarat Mubtadi’at Mumayyizat yang jumlah-nya empat
perkara tersebut di atas merupakan syarat-syarat pula bagi Mu’tadat
Mumayyizat (Al Minhaj serta Hasyiyah al-Jamal: 1/252).
معتادة
غير مميز ة ذاكرة لعادتهاقدرا ووقتا
Mu’taadat Ghairu
Mumayyizat Dzaakirat Li ‘Adaatiha….
Keempat, Mu’tadat Ghairu Mumayyizat Dzaakirat Li’adatiha Qadran wa Waqtan,
yakni Seorang wanita yang sudah pernah haid dan pernah suci. Ia tidak mampu membeda-bedakan
darah yang dikeluarkan antara darah yang kuat dengan darah yang lemah. Atau ia
mampu membeda-bedakan darah yang dikeluarkannya, tetapi tidak memenuhi
syarat-syarat Mubtadi’at Mumayyizat yang jumlahnya empat macam, yang
juga menjadi syarat-syarat Mu’tadat Mumayyizat. Dan ia ingat pada
lamanya permulaan keluar darah haid yang telah lalu.
Adapun hukumnya lama dan permulaan haid itu disamakan deng an kebiasaannya.
Kebiasaan yang dapat digunakan untuk pedoman itu, cukup satu kali selama tidak
berubah.
Contoh-Contoh
Seorang wanita pada bulan pertama haid lima hari mulai permu-laannya bulan,
lalu suci selama 25 hari, kemudian ia mulai bulan yang kedua istihadlat dengan
mengeluarkan darah yang tidak bisa dibedakan antara darah kuat dengan darah
lemah, atau bisa dibeda-bedakan, tetapi tidak memenuhi syarat empat perkara,
maka yang dihukumi haid ialah lima hari pertama. Dan yang dihukumi suci adalah
25 hari yang akhir untuk setiap bulannya seperti bulan pertama.
Apabila kebiasaannya berubah, maka harus disyaratkan
dua putaran dengan urutan yang tetap serta
teringat pada urutannya itu. Sebagai contoh dikemukakan: Seorang wanita pada
bulan kesatu haid tiga hari, bulan kedua haid lima hari, bulan ketiga haidl
tujuh hari, bulan keempat haid tiga hari, bulan kelima haid lima hari,
pada bulan keenam haid tujuh hari. Lalu mulai bulan ketujuh ia istihadlat
sampai beberapa bulan dengan mengeluarkan darah yang semua sifatnya sama, atau
yang dibeda-bedakan antara darah kuat dengan darah lemah, tetapi tidak
cukup syarat empat perkara, dan ia teringat pada urutannya haid yang sudah
lewat, maka bulan ketujuh yang dihukumi darah haid adalah tiga hari. Bulan ke
delapan yang dihukumi haid lima hari, bulan ke sembilan yang dihukumi haid
tujuh hari, bulan ke sepuluh yang di hukumi haid tiga hari, bulan ke sebelas
yang dihukumi haid hanya tiga hari dan bulan ke duabelas yang dihukumi haid
tujuh hari. Dan untuk bulan-bulan selanjutnya tinggal menyamakan seperti halnya
urutan yang sebagaimana tersebut di atas (Syarhu al-Tahrir serta Hasyiyah
Al Syar-qawi: 1/155).
Apabila urutannya tidak tetap serta teringat pada haid yang tepat sebelum
istihadlat, maka haidnya disamakan dengan bulan yang tepat sebelum istihadlat.
Contohnya: Seorang wanita, pada bulan ke satu haid tiga hari, bulan kedua haid
lima hari, bulan ketiga haid tujuh hari, bulan keempat haid tujuh hari, bulan
kelima haid tiga hari, bulan enam haid lima hari, lalu mulai bulan ketujuh ia
istihadlat sampai beberapa bulan dengan mengeluarkan darah yang semua sifatnya
adalah sama. Atau dapat dibeda-bedakan, tetapi tidak memenuhi empat syarat di
atas, serta ia teringat lamanya haid yang tepat sebelum istihadlat, maka yang
dihukumi haid selama lima hari untuk setiap bulannya. Akan tetapi apabila tidak
sampai dua kali putaran serta teringat pada haid yang tepat sebelum istihadlat,
maka haidnya juga disamakan dengan bulan yang tepat sebelum istihadlat.
Contoh lain: Seorang wanita pada bulan kesatu haid tiga hari, bulan kedua haid
lima hari, bulan ketiga haid tujuh hari. Kemudian mulai bulan keempat ia
mengeluarkan darah istihadlat sampai beberapa bulan ke depan dengan
mengeluarkan darah yang semua sifatnya adalah sama. Atau dapat dibeda-bedakan
antara darah kuat dengan darah lemah, tetapi tidak memenuhi syarat-syarat yang
empat perkara, dan ia teringat lamanya haid yang tepat sebelum
istihadlat, maka yang dihukumi haid ialah tujuh hari untuk tiap-tiap bulannya.
Apabila urutannya tetap, akan tetapi ia lupa sebenarnya bilangan lamanya haid
untuk setiap bulannya, maka ia kewajiban mandi pada setiap akhir hitungan haid
yang sudah lewat.
Contoh lagi: Seorang wanita pada bulan kesatu haid tujuh hari, bulan kedua haid
lima hari, bulan ketiga haid tiga hari, bulan ke empat haid tujuh hari, bulan
ke lima haid lima hari, bulan ke enam haid tiga hari. Kemudian mulai bulan ke
tujuh, ia istihadlat hingga beberapa bu-lan dengan mengeluarkan darah yang
semua sifatnya adalah sama, atau dapat dibeda-bedakan antara darah kuat dengan
darah lemah, tetapi tidak memenuhi syarat-syarat empat macam, dan dia lupa akan
benar-nya bilangan lamanya haid untuk bulan pertama serta bulan-bulan
se-terusnya, apakah benar yang tiga hari atau lima hari, atau apakah yang tujuh
hari, maka ia setiap bulannya kewajiban mandi tiga kali, yaitu akhirnya hari
yang ketiga, akhirnya hari yang kelima dan akhirnya hari yang ketujuh. Ia pada
waktu antara mandi pertama dengan mandi paling akhir, kewajiban hati-hati,
yakni kewajibkan shalat fardlu dan kewajiban lainnya, seperti orang yang
keadaan suci. Dan diharamkan bersetubuh, membaca al-Qur’an dan lainnya seperti
halnya wanita yang sedang haid.
Manakala urutannya tidak tetap dan si wanita itu terlupa sebenar-nya bilangan
lamanya haid bulan yang tepat sebelun istihadlat, maka ia diwajibkan mandi juga
setiap akhir bilangan lamanya haid yang sudah lewat. Contohnya:
Seorang wanita pada bulan kesatu mengeluarkan
darah haid tiga hari, bulan kedua haid lima hari, bulan ketiga haid tujuh hari,
bulan keempat haid tujuh hari, bulan kelima haid tiga hari, bulan keenam haid
lima hari, lalu bulan ketujuh ia istihadlat hingga beberapa bulan dengan
mengeluarkan darah yang semua sifatnya adalah sama. Atau mampu memisah-misahkan
antara darah kuat dengan darah lemah, tetapi tidak mencukupi syarat empat macam
itu. Ia terlupa kebenaran lamanya haid bulan yang tepat sebelum ia istihadlat,
Apakah benar yang tiga hari, li-ma hari, apakah benar yang tujuh hari, maka ia
setiap bulan wajib akan mandi tiga kali. Yaitu akhir hari ketiga, akhir hari
kelima dan akhir hari ketujuh. Dan ia waktu diantara mandi pertama dengan mandi
terakhir adalah diwajibkan berhati-hati dengan segala perintah dan segala
larang an seperti tersebut di atas.
Apabila tidak sampai dua kali putaran, dan ia terlupa
kebenar-annya bilangan lamanya haid bulan yang tepat sebelum istihadlat, maka
ia juga diwajibkan mandi setiap akhir bilangan lamanya haid yang lewat.
Contohnya:
Seorang wanita pada bulan kesatu haid tiga hari,
bulan kedua haid lima hari, bulan ketiga haid tujuh hari. Lalu mulai bulan
keempat, ia istihadlat sampai beberapa bulan dengan mengeluarkan darah yang
semua sifatnya adalah sama. Atau bisa dibeda-bedakan antara darah kuat dengan
darah lemah, tetapi tidak memenuhi syarat yang empat macam itu. Atau ia terlupa
kebenaran bilangan lamanya haid bulan yang tepat sebelum istihadlat, Apakah
benar yang tiga hari, lima hari atau yang tujuh hari. Maka iapun setiap
bulannya diwajibkan mandi tiga kali, yaitu akhir hari yang ketiga, dan akhir
hari yang kelima dan akhir hari yang ketujuh. Ia pada waktu antara mandi
pertama dengan mandi tera-khir, diwajibkan berhati-hati sebagaimana tersebut di
atas.
Bagi Mustahadlat Mu’tadat Ghairu Mumayyizat
zakirat li’adatiha, Qadran wa Waqtan itu untuk bulan pertama istihadlat,
caranya mandi harus menunggu lengkapnya keluar darah 15 hari dan malamnya. Ia
di-wajibkan mengqadla shalat yang ditinggalkan setelah lengkap kebiasa-annya
haid.
Adapun untuk bulan kedua dan bulan-bulan
seterusnya, didalam melaksanakan mandi tidak perlu lagi menunggu lengkapnya 15
hari dan malam. Tetapi sewaktu-waktu keluar darah sudah cukup kebiasaan haid,
ia sudah kewajiban mandi. Untuk bulan ini, ia tidak mempunyai hutang shalat.
معتادة
غير مميزة ناسية لعادتهاقدرا ووقتا
Mu’taadat Ghairu
Mumayyizat Nasiyatat Li ‘Adaatiha…
Kelima, Mu’tadat Ghairu Mumayyizat Nasiyat li’adatiha qadran wa Waqtan, Yakni:
Seorang wanita yang sudah pernah haid dan pernah suci, ia
tidak dapat membeda-bedakan darah yang dikeluarkan antara darah kuat dengan
darah lemah. Atau dapat membeda-bedakan darah yang dikeluarkan, tetapi ia tidak
mencukupi syarat-syarat Mubtadi’at Mumayyizat sebangak empat perkara,
yang juga menjadi syarat Mu’tadat Mumayyizat, dan ia terlupa lamanya dan
permulaannya keluar darah haid yang telah lewat.
Orang wanita yang seperti itu, menurut istilah ulama Fiqih dina-makan Muhayyarat
(orang wanita istihadlat yang kebingungan). Adapun hukumnya, ia senantiasa
kewajiban berhati-hati. Yaitu senantiasa diha-ramkan bersetubuh, membaca
al-Qur’an diluar shalat dan lain-lainnya, seperti orang yang haid. selalu
diwajibkan shalat dan puasa Ramadlan seperti orang yang dalam keadaan
suci. Apabila ia sama sekali tidak teringat waktu berhentinya darah haid yang
telah lewat, maka ia diwa-jibkan mandi setelah masuk waktu untuk setiap
mengerjakan shalat fardlu.
Akan tetapi, apabila ia teringat waktu berhenti, upamanya waktu terbenamnya
matahari, maka ia diwajibkan mandi hanya setiap waktu terbenamnya matahari. Dan
untuk waktu-waktu shalat yang lain cukup wudlu saja. Adapun caranya puasa
Ramadlan, ia harus melaksanakan puasa satu bulan terus menerus, karena
menyerupai sebenarnya mulai haid tanggal 1 siang, lalu haid 15 hari dan malam.
Jadi berhenti haid tanggal 16 siang. Dan menyerupai sebenarnya mulai haid
tanggal 2 siang dan berhentinya tanggal 17 siang. Dan menyerupai pula
sebenarnya mulai haid tanggal 3 siang dan berhentinya pada tanggal 8 siang.
Demikian seterusnya. Jadi setiap tanggal satu bulannya (30 hari) yang dapat
dipastikan sah terdapat 14 hari.
Jadi puasa dua bulan, apabila umurnya Ramadlan 30 hari, yang mesti sah ada 28
hari dan apabila umurnya Ramadlan hanya 29 hari, maka yang sah adalah 27 hari.
Selanjutnya ia masih mempunyai hutang puasa dua hari. Adapun cara mengqadla
puasa dua hari ini, ia harus melaksanakan puasa tiga hari berturut-turut, lalu
tidak puasa 12 hari berturut-turut, lalu puasa lagi tiga hari berturut-turut.
Dengan cara seperti itu, puasanya yang sah sudah lengkap/cukup satu bulan (Hasyiyah
Al-Bajuri: 1/111).
Adapun cara mengqadla puasa sehari bagi Mustahadlat
Mutaha-yyirat ialah wanita itu supaya mengejakan puasa tiga hari dengan
cara: diantara hari ke 15 dengan hari puasa ketiga itu harus diberi tenggang
waktu yang sama, atau lebih pendek daripada tenggang antara puasa ke satu dan
puasa kedua (Syarah Al Minhaj pada Hamisy al-Jamal:1/257).
معتادة
غير مميزة ذاكرة للقدر دون الوقت
Mu’taadat Ghairu
Mumayyizat Dzakirat Lil Qadri Duunal Waqti
Keenam, Mu’taadat Ghairu Mumayyizat Zaakirat lil Qadri duun al Wakti, yakni:
Seorang wanita yang sudah pernah mengalami haid serta suci dan ia tidak mampu
membeda-bedakan darah yang dikeluarkannya diantara darah kuat dengan darah
lemah. Atau ia mampu membeda-bedakan darah yang dikeluarkannya, tetapi tidak mencukupi
syarat-syarat Mubtadi’at Mumayyizat yang jumlahnya empat perkara, yang
juga menjadi syarat-syarat Mu’taadat Mumayyizat. Dan ia hanya
teringatnya pada kebiasaan lamanya haid dan terlupa kebiasaan mulainya (Hasyiyah
Al Bajuri: 1/111).
Suatu
Contoh
Salah seorang wanita teringat bahwa haid dirinya selama lima hari menempati 10
hari pertama, namun terlupa mulainya bertepatan tanggal berapa, hanya ia
teringat bahwa pada tanggal 1 ianya dalam keadaan suci, maka tangga 1 yakin
suci, tanggal 2 sampai 5 kemungkinan haid kemungkinan suci, tanggal 6 yakin
haid, tanggal 7 sampai 10 kemu-ngkinan haid dan kemungkinan pula suci,
serta kemungkinan mulai berhenti haid, tanggal 11 sampai akhir bulan yakin
suci.
Dasar ketentuan hukumnya ialah: Waktu yang yakin haid, seperti kebiasaannya
haid (haram shalat dan lainnya), waktu yang yakin suci, seperti kebiasaannya
suci (halal bersetubuh dan sebagainya).
Adapun waktu yang kemungkinan haid dan kemungkinan suci adalah hukumnya sama
dengan seorang wanita Mutahayyirat seperti yang telah disebutkan
(kewajiban berhati-hati), kecuali melaksanakan kewajiban mandi, hanyalah waktu
yang kemungkinan mulai berhentinya haid saja.
معتادة
غير مميزة ذاكرة للوقت دون القدر
Mu’taadat Ghairu
Mumayyizat Dzakirat Lil Waqti Duunal Qadri
Ketujuh, Mu’taadat Ghairu Mumayyizat Zaakirat lil Waqti duunal Qadri,
Yakni: Seorang wanita yang sudah pernah mengalami haid serta mengalami suci. Ia
tidak bisa membeda-bedakan darah yang dikeluar-kan, antara darah kuat
dengandarah lemah. Atau mampu membeda-bedakan darah yang dikeluarkan, tetapi
tidak mencukupi syarat-syarat Mubtadi’at Mumayyizat yang jumlahnya empat
macam, yang merupakan syarat-syarat Mu’tadat Mumayyizat. Dan ia hanya
teringat pada kebia-saan mulainya haid, dan terlupa kebiasaan lamanya haid
tersebut (Ha-syiyah Al Bajuri: 1/111).
Suatu
Contoh
Seorang wanita teringat bahwa mulainya haid pada tanggal 1, na-mun terlupa
seberapa lamanya, maka tanggal 1 yakin haid, tanggal 2 sampai tanggal 15
kemungkinan haid dan kemungkinan suci dan kemungkinan mulai berhenti haid,
tanggal 16 sampai akhir bulan yakin suci.
Adapun hukumnya waktu yang yakin haid, ya seperti kebiasaan haid. Waktu yang
yakin suci, ya seperti kebiasaannya suci. Dan waktu yang kemungkinan memper
haid serta memper suci dan memper mulai-nya berhenti haid adalah hukumnya sama
dengan orang wanita Muta-hayyirat di atas.
Peringatan!
Pertama, Apabila ada seorang wanita mengeluarkan darah yang sifatnya
tidak sama (sebagaian berupa darah kuat dan sebagian lagi darah lemah), tetapi
lamanya tidak lebih dari 15 hari dan malam, maka semuanya itu dihukumi darah
haid dan tidak boleh digolongkan dengan masalah istihadlat (yang baru saja
dijelaskan), karena hukum perinci yang disampaikan dalam masalah istihadlat,
hanya bagi wanita yang ketika mengeluarkan darah, lamanya lebih dari 15 hari
dan malam (Ha-syiyah al Jamal ala Syarhi al Minhaj: 1/235).
Kedua, Manakala seorang wanita mengeluarkan darah yang sudah memenuhi
syarat-syaratnya haid, kemudian ia suci yang lamanya tidak sampai cukup 15 hari
dan malamnya, lalu ia mengeluarkan darah lagi, maka darah yang pertama dihukumi
darah haid dan darah kedua yang menjadi cukup 15 hari dan malam, dihukumi darah
istihadlat, kemudi-an sisanya bila memenuhi syarat-syarat haid, maka dihukumi
darah haid juga (Bughiyatul Mustarsyidin: 21).
Contohnya: Seorang wanita mengeluarkan darah lamanya tujuh hari, kemudian suci
lamanya 13 hari dan malam, lalu mengeluarkan darah lagi lamanya
enam hari dan malam, maka darah yang pertama lamanya tujuh hari, semuanya
dihukumi darah haid. Permulaan darah yang kedua, yang lamanya dua hari dua
malam, dihukumi darah istihadlat. Sebagai pelengkap, paling sedikitnya suci dan
sisa yang la-manya empat hari empat malam, dihukumi darah haid juga.
Ketiga, Apabila di dalam kitab fiqih dikatakan bahasa bulan
secara mutlak, maka yang dikehendaki adalah penanggalan bulan (Qamariyah).
Terkadang penuh 30 hari dan kadang hanya 29 hari, kecuali ada ditiga masalah,
yaitu:
1. Masalah Mubtadi’at
Ghairu Mumayyizat
2. Masalah Mutahayyirat
3. Masalah paling
sedikitnya kandungan yang lamanya hanya enam bulan, maka semua yang dikehendaki
bulan yang cukup 30 hari (Hasyiyah al-Syarqawi: 1/154).
Keempat, Apabila
seorang wanita mengeluarkan darah nifas sela-ma lebih dari 6o hari dan malam,
adalah sama denga seorang wanita yang mengeluarkan darah haid selama lebih dari
15 hari dan malamnya. Jadi perlu dirinci lebih dahulu, Apakah ia termasuk mubtadi’at
fi al-Nifas (wanita yang baru pertama nifas) atau tergolong Mu’tadat
(sudah pernah nifas). Apakah ia tergolong Mumayyizat (bisa
membeda-bedakan darah kuat dengan darah lemah), apakah termasuk Ghairu
Mumayyizat (tidak bisa membeda-bedakannya).
Apabila ia tergolong Mubtadi’at Mumayyizat, atau Mu’tadat Muma-yizat,
maka yang dihukumi nifas adalah darah yang kuat dengan syarat darah yang kuat
tidak lebih dari 60 hari (Tuhfatul Muhtaj: 1/414).
Contohnya: Seorang wanita setelah selesai melahirkan kemudian mengeluarkan
darah selama 65 hari. Yang 50 hari berupa darah kuat dan yang 10 hari berupa
darah lemah, maka darah yang lamanya 55 ha-ri pertama dihukumi darah nifas, dan
yang 10 hari terakhir dihukumi darah istihadlat.
Apabila ia tergolong Ghairu Mumayyizat, maka hukumnya perlu di perinci
lagi, seperti di bawah ini ialah:
Bila seorang wanita sudah pernah nifas serta sudah pernah haid, maka lamanya
darah yang dihukumi nifas adalah disamakan dengan kebiasaannya nifas yang
pernah dialami. Kemudian darah yang sesudah nya, lamanya sama dengan kebiasaan
suci dari haid, maka dihukumi istihadlat, kemudian darah yang sesudahnya, yang
lamanya sama deng-an kebiasaan haid, maka dihukumi haid. Demikian seterusnya
saling berganti antara istihadlat lamanya sama dengan kebiasaan suci
dan haid lamanya sama dengan kebiasaan haid.
Contohnya: Seorang wanita yang kebiasannya nifas selama 20 hari, kebiasaan haid
tujuh hari, dan sucinya 23 hari, kemudian ia setelah melahirkan anak,
mengeluarkan darah selama 80 hari, semua sifatnya, kuat dan lemah sama, maka
darah yang selama 20 hari permulaan dihukumi darah nifas. Lalu yang 23 hari
seterusnya dihukumi darah istihadlat. Lalu tujuh hari seterusnya dihukumi darah
haid. Yang 23 hari kemudian dihukumi darah istihadlat lagi, dan kemudian tujuh
hari seterusnya dihukumi darah haid lagi.
Dan apabila ia sudah pernah nifas, tetapi belum pernah haid, maka lamanya darah
yang dihukumi nifas, disamakan dengan kebiasa-annya nifas yang sudah dialami.
Lalu darah yang setelah lamanya 29 hari dan malam, dihukumi darah istihadlat.
Lalu darah yang setelah lamanya sehari semalam, dihukumi darah haid, begitu
seterusnya saling bergantian antara istihadlat lamanya 29 hari dan malamnya,
dan haid yang lamanya sehari semalam (Hasyiyah Al Syibramulisi ala al
Nihayah: 1/358).
Contohnya: Seorang wanita yang kebiasannya nifas 15 hari, Ia be-lum pernah
mengeluarkan darah haid, kemudian ia setelah melahirkan anak, mengeluarkan
darah selama 75 hari dan sifat-sifatnya adalah sama, maka darah yang lamanya 15
hari pertama, dihukumi darah nifas. Yang 29 hari terusannya dihukumi
istihadlat. Yang sehari terusnya dihukumi darah haid. Dan yang 29 hari
terusnya, dihukumi darah istihadlat, kemudian yang sehari terusnya dihukumi
darah haid lagi.
Apabila ia sudah pernah haid tetapi masih nifas pertama, maka darah yang
dihukumi nifas hanyalah setetes pertama, seterusnya darah yang lamanya sama dengan
kebiasaan suci dari haid, dihukumi darah istihadlat. Darah yang lamanya sama
dengan kebiasaan haid, dihukumi darah haid. Demikian seterusnya saling bergilir
antara istihadlat lama-nya sama dengan kebiasaannya suci, dan haid lamanya sama
dengan kebiasaannya haid.
Contohnya: Seorang wanita yang kebiasaannya haid 10 hari dan sucinya selama 25
hari. Ia belum pernah mengeluarkan darah nifas. Lalu setelah ia melahirkan
anak, mengeluarkan darah selama 70 hari lebih sedikit dan sifat-sifatnya sama,
maka darah yang dihukumi nifas hanya setetes pertama. Seterusnya darah darah
yang 25 hari terus, di hukumi istihadlat. Lalu yang 10 hari terus, dihukumi
darah haid. Lalu yang 25 hari terusnya dhukumi darah istihadlat pula. Dan yang
10 hari terusnya dihukumi darah haid pula.
Apabila ia belum pernah haid dan masih baru nifas pertama, ma-ka darah yang
dihukumi nifas itu hanya setetes permulaan. Lalu darah yang setelah itu,
lamanya 29 hari dan malam dihukumi darah istihadlat lalu darah yang setelah itu,
lamanya sehari semalam, dihukumi darah haid. Demikian seterusnya saling
berganti antara istihadlat lamanya 29 hari dan haid lamanya sehari semalam.
Contohnya: Seorang wanita yang belum pernah haid dan belum pernah nifas, lalu
ia setelah melahirkan anak, mengeluarkan darah sela-ma 90 hari lebih sedikit,
maka yang dihukumi darah nifas hanya setetes permulaan. lalu darah yang 29 hari
seterusnya dihukumi darah istiha-dlat. Kemudian darah yang sehari semalam
seterusnya dihukumi darah haid. Lalu yang 29 hari seterusnya lagi dihukumi
darah istihadlat juga. Kemudian yang sehari semalam seterusnya dihukumi darah
haid lagi. Lalu darah yang 29 hari seterusnya, dihukumi darah istihadlat, dan
darah yang sehari semalam terusannya dihukumi darah haid lagi.
Suatu
Faidah
Apabila seorang wanita, setelah melahirkan anak, lalu mengeluar-kan darah
selama 60 hari. Setelah berhenti satu jam kemudian keluar lagi darah selama 15
hari, maka hal ini tidak boleh digolongkan pada masalah yang baru dibicarakan.
Karena pisahnya berhenti (suci). Kecua-li darah yang selama 60 hari, sebelum
berhenti, semuanya, dihukumi darah nifas. Darah yang 15 hari setelah berhenti,
semuanya, dihukumi darah haid. Dan berhentinya selama satu jam, dihukumi masa
suci yang memisah antara haid dengan nifas. Jadi tidak ada darah istihadlat
da-lam masalah ini.
Kaifiyat
Shalat Mustahadlat dan Beser
Bahwa istihadlat tidak sama hukumnya dengan haid atau nifas. Istihadlat itu
termasuk bagian hadas kecil yang sifatnya terus-menerus seperti beser air seni
atau beser air madzi. Maka mustahadlat tetap di-wajibkan shalat fardlu dan
puasa Ramadlan, dan tidaklah diharamkan membaca al-Qur’an, bersetubuh dan
lain-lain (Syarhu al-Minhaj pada Ha-misy Hasyiyah al Jamal:
1/242).
Oleh karena Mustahadlat dan orang yang beser itu terus-menerus
mengeluarkan hadas dan najis, maka ketika akan mendirikan shalat, ia hendaklah
lebih dulu mensucikan kemaluannya lalu di sumbat dengan kapuk atau kain
sekiranya tidak sakit dan ketika tidak mengerjakan puasa Ramadlan.
Apabila darahnya masih terus mengalir keluar di permukaan sumbatan, maka ia
diwajibkan membalut. Apabila karena banyaknya darah, hingga tetap keluar ke
permukaan pembalut, maka dimaafkan. Dan apabila ia sedang mengerjakan puasa,
hendaklah supaya membuat pembalut saja, karena menyumbat itu menyebabkan batal
puasanya (Minhajul Qawim: 30, dan Fathul Wahab pada Hamisy
Hasyiyah Al-Jamal: 1/242).
Setelah dibalut, lalu wudlu dengan niat sepaya diperkenankan mengerjakan shalat
fardlu. Bukan niat karena menghilangkan hadas atau niat
bersuci dari hadas (Fathul Wahhab pada Hamisy Hasyiyah Sulaiman
al-Jamal:1/105).
Sejak mulai mensucikan kemaluan hingga wudlu, wajib dilakukan setiap akan
mengerjakan shalat fardlu dan setelah masuk waktu shalat. Semua
pekerjaan, mulai dari mensucikan kemaluan hingga shalat far-dlu, wajib
dilaksanakan dengan segera. Maka apabila sesudah wudlu lalu berhenti lebih
dulu, karena keperluan selain maslahatnya shalat, seperti makan, minum dan
lain-lain, maka ia diwajibkan kembali mensucikan kemaluan dan seterusnya. Namun
apabila berhentinya karena untuk kemaslahatan shalat, seperti menutup aurat,
menjawab muadzin, me-nunggu jamaah, menunggu shalat Jum’at dan lain-lain, maka
hal itu diperkenankan Syara’ (tidak perlu kembali bersuci lagi).
Orang yang beser mani, ia diwajibkan mandi setiap akan menger-jakan shalat
fardlu dengan niat supaya diperkenankan mengerjakan shalat fardlu. Tidak
diperkenankan niat menghilangkan hadas atau niat bersuci dari hadas.
Bagi orang yang hadasnya, seumpama untuk shalat, bisa dengan duduk, lalu
hadasnya bisa berhenti, maka ia diwajibkan shalat dengan duduk. Nanti
setelah sembuh tidak perlu mengqadla shalatnya (Minhaj al-Qawim: 30).
Suatu
Masalah
Bahwa wudlunya orang Da’aimul Hadats, yaitu orang yang terus-menerus
berhadas, seperti orang yang beser dan mustahadlat, seluruh tubuhnya di
syaratkan suci dari najis atau tidak? Jawabnya para ulama berbeda pendapat.
Yang pertama mensyaratkan seleruh tubuh harus suci dari najis. Yang
kedua, tidak mensyaratkan harus suci tubuhnya dari najis (Hasyiyah
al-Jamal ala Syarhi al-Minhaj: 1/242).
Peringatan!
Bagi
seorang yang istihadlat dan orang beser, yang kebiasannya, pada akhir shalat ada
berhentinya yang cukup untuk wudlu dan shalat, maka di dalam mengerjakan shalat
wajib diakhirkan (Hasyiyah Al-Jamal ala Syarhi al-Minhaj: 1/245).
Bagi orang yang beser, sah menjadi imam shalat, sekalipun, mak-mum tidak beser.
Dan bagi orang istihadlat yang selain mutahayyirat, juga sah menjadi
imam shalat, walaupun si makmum tidak istihadlat. Adapun orang istihadlat yang mutahayyirat
tidak sah menjadi imam shalat, sekalipun makmumnya sama-sama mustahadlat
mutahayyirat (Mughnil Muhtaj: 1/241).
Perkara
Yang Diharamkan Bagi Orang Haid dan Nifas
Seorang wanita yang sedang haid atau nifas, diharamkan menger-jakan 11 perkara,
yaitu sebagai berikut:
1. Mengerjakan shalat
fardlu maupun shalat sunnah,
2. Mengerjakan thawaf di
Baitullah Makkah, baik thawaf rukun, thawaf wajib atau thawaf sunnah.
3. Mengerjakan
rukun-rukun khutbah Jum’at
4. Menyentuh lembaran
al-Qur’an Apalagi kitab al-Qur’an
5. Membawa lembaran
al-Qur’an. Apalagi kitab al-Qur’an.
6. Membaca ayat
al-Qur’an, kecuali karena mengharap barakah, seperti membaca Bismillahirrahmaanirrahiim,
memulai pekerjaan yang baik, Alhamdulilahi Rabbil ‘Alamiin, karena
bersyukur dan Innaa Lillaahi wa Innaa Ilaihi Raaji’uun karena terkena
musibah.
7. Berdiam diri di dalam
masjid, sekiranya dikhawatikan darahnya tertetes didalamnya.
8. Mundar mandir didalam
masjid, sekiranya dikahawatirkan darah-nya tertetes didalamnya.
9. Mengerjakan puasa
Ramadlan, tetapi diwajibkan qadla. Adapun shalat tidak diwajibkan qadla.
10. Meminta cerai kepada
suaminya, atau sebaliknya.
11. Melakukan Istimta’,
bersenang-senang suami istri dengan pertemuan kulit antara pusar sampai dengan
kedua lutut, baik bersyahwat atau tidak. Apalagi bersetubuh, meskipun
kemaluannya lelaki di bungkus dengan kain, hukumnya jelas haram dosa besar.
Apabila haid atau nifas sudah berhenti, tetapi belum mandi, maka larangan 11
perkara ini tetap berlaku, kecuali puasa dan thalaq (Mahali serta Hasyiyah
Al-Qalyubi: 1/100 dan Abyanal Hawaij: 11/269-270).
Suatu
Faidah
Dikatakan oleh ulama Fuqaha: bahwa suami yang menyetubuhi istrinya sebelum
mandi, baik istrinya masih dalam keadaan haid atau sudah berhenti akan
mengakibatkan terkena penyakit lepra (buduken: Jawa) terhadap anaknya (Hasyiyah
Al-Qalyubi: 1/110).
Seseorang yang haid atau nifas nanti setelah berhenti, diwajibkan mengqadla
puasa Ramadlan yang ditinggalkan, dan tidak wajib mengqa-dla shalat fardlu
secara Ijma’ dalam keduanya, karena kesukaran di dalam qadla shalat ank arena
berulang-ulangnya shalat. Tidak demi-kian halnya qadla puasa (Al-Mihajul
Qawim serta Hasyiyah Al-Turmu-si:1/548 dan Husnul Mathalib:
70).
Hukum-hukum yang berpautan dengan haid, ada 20 perkara, 12 berupa hukum haram,
yaitu:
1. Mengerjakan shalat,
2. Melakukan sujud tilawah
(bacaan dalam al-Qur’an), sujud syukur,
3. Melakukan thawaf
rukun, wajib, atau sunnah,
4. Mengerjakan puasa
wajib maupun sunnah,
5. Melakukan I’tikaf di
dalam masjid,
6. Memasuki masjid sekira
kuatir akan tetesnya darah haid,
7. Membaca al-Qur.an.
8. Menyentuh al-Qur’an.
9. Menulis al-Qur’an
menurut sebagian ulama,
Sembilan
perkara ini yang diharamkan bagi seorang wanita yang sedang haid. Adapun yang
tiga selanjutnya, diharamkan bagi lelaki suaminya, yaitu:
10. Melakukan
persetubuhan
11. Menceraikan istrinya
dalam keadaan haid
12. Melakukan istimta’,
atau besenang-senang dengan cara memper-mukan kulit antara pusar sampai dengan
lutut istrinya dengan selain bersetubuh.
Adapun delapan perkara yang lain tidak berupa hukum haram ialah sebagai
berikut:
1. Usia balig karena haid
2. Kewajiban mandi,
setelah haidnya berhenti
3. Melaksanakan Iddat,
apabila cerai atau suaminya meninggal
4. Istibra’ atau
menunggu seorang wanita amat yang baru dimiliki
5. Bersihnya kandungan
bayi
6. Diterima ucapannya
apabila wanita itu sudah haid
7. Gugurnya kewajiban
shalat ketika keluar darah haid
8. Gugurnya thawaf wada’
ketika dalam keadaan haid.
(Hasyiyah
Al-jamal ala Syarhi Al-Minhaj: 1/227)
Ri’ayatul
Himmah:
1/152 153).
Peringatan!
Berhubungan dengan orang yang mempunyai hadas besar, dibo-lehkan membaca zikir
yang diambil dari al-Qur’an, seperti ketika makan atau minum membaca lafadl
لبسم
الله الرحمن الرحيم
“Dengan
menyebut nama Allah Tuhan
Yang
Maha Pengasih dan Maha Penyayang”.
Ketika menerima nikmat dari Allah Subhaanahu wa
Ta’aalaa lalu membaca lafad
الحمد
لله رب العالمين
“Segala puji bagi Allah seru sekalian alam
semesta”.
Ketika naik kendaraan membaca bacaan al-Qur’an dengan harapan semoga selamat
dengan lafad
سبحان
الـذى سخر لنـا هـذا ومـا
كنالـه مقـرنــين,
وإنـا إلى ربنـا لمنقـلبـون
“Maha Suci Dzat yang telah menundukkan
semua ini bagi kami sebelumnya tidak mampu
mengasainya. Dan sesungguhnya kami akan kembali kepada Tuhan kami,.
Sesungguhnya yang mewajibkan kepadamu Alqur’an, benar-benar akan mengembalikan
kamu ke tempat kembali”.
Ketika mendapat musibah atau cobaan sabar dan
ridla dengan mengucapkan lafad:
إنـالله
وإنـا إليه راجعون
Sesungguhnya kami kepunyaan Allah, dan
sesungguhnya
kepada Allah lah tempat kami kembali.
(Al-Iqna’
pada Hamisy Hasyiyah Al-Bujarami:1/315 dan Abyanal Hawaij:
11/269).
Masalah
Datang dan Hilangnya Mani’
Perkara yang mencegah wajibnya shalat, oleh para ulama ahli fiqih dinamakan
dengan Maani’. Bahwa Manik’, jumlahnya ada tujuh macam ialah
sebagai berikut:
3. Haid (2) nifas (3)
Kufur asli (4) Sifat anak (5) Sakit gila (6) Epilepsi (7) Mabuk.
Manik-manik yang jumlahnya tujuh macam itu yang lima dapat berulang kembali,
seperti: (1) Haid (2) Nifas (3) Sakit gila (4) Epilepsi (5) Mabuk. Adapun
kufur asli dan sifat anak, tidak bisa kembali lagi.
Apabila salah satu manik dari manik-manik itu datang setelah masuk waktu
shalat, dengan tenggang waktu yang sekiranya cukup untuk mengerjakan shalat
(bagi orang yang sehat), atau cukup untuk mengerjakan shalat dengan bersucinya
bagi orang yang kekal hadasnya, atau orang yang tayamum, maka setelah hilangnya
manik-manik, ia kewajiban mengqadla shalat waktu datangnya
manik–manik itu saja. Tidak kewajiban mengqadla shalat waktu sebelumnya.
Atau setelah datangnya manik-manik walaupun boleh di jama’ dengan shalat waktu
datangnya manik-manik tersebut (Mirqatus Su’ud: 17, Hasyiyah Al-Kurdi
Ala Al-Minhajul Qawim: 1/138).
Contohnya: Manik haid atau gila datang jam satu siang sebelum mengerjakan
shalat Dluhur, maka wanita yang bersangkutan kewajiban mengqadla shalat Dhuhur
saja. Tidak kewajiban mengqadla shalat Shu-buh atau shalat Asharnya. Apabila
haid atau gila datang jam empat sore, sebelum mengerjakan shalat Ashar, maka
besok ia kewajiban qadla shalat Ashar saja. Tidak kewajiban mengqadla shalat
Dhuhur atau shalat Maghribnya.
Jadi masalah datangnya haid, nifas, gila, ank are dan mabuk, yang dalam istilah
fiqih disebut Jaa’al Maani’, dalam mengqadla shalat tidak dengan
bertalian pada shalat sebelumnya, atau shalat yang sesudahnya.
Peringatan!
Masalah Jaa’al Maani’ ternyata banyak yang salah faham, sehing ga
sebagian orang ada yang mewajibkan qadla shalat sebelum datang-nya manik. Dan
sebagian orang, ada lagi yang mewajibkan qadla shalat waktu setelah datangnya
manik.
Sebenarnya masalah Jaa’al Maani’, yang dalam mengqadla shalat dapat
mewajibkan berantai itu hanya untuk orang yang tidak sehat,
yaitu orang yang mempunyai dua manik atau dua halangan.
Contohnya: Ada seorang gila mulai pagi hingga jam empat sore baru
sembuh. Setelah jam setengah lima sore, belum mengerjakan shalat, penyakit
gilanya kambuh kembali. Yang demikian ini ia besuk diwajibkan mengqadla shalat
Ashar dan shalat Dhuhurnya. Atau ada orang sakit ayan sembuh pada jam
sembilan malam. Pada jam sepuluh, sebelum mengerjakan shalat Isya’, ia
kedatangan haid. Yang demikian inilah ia setelah sembuh diwajibkan mengqadla
shalat Isya’ dan shalat Maghribnya (Fathul Wahhab serta Hasyiyat
Al-Jamal: 1/294, Sulaiman Al-Kurdy “Ala Al-Minhaj Al-Qawim: 1/138.)
Masalah hilangnya manik-manik yang menurut istilah dalam fiqih disebut Zaalal
Maani’, atau Zawaalul Maani’aat, ialah dalam mengetahui
hukum-hukumnya harus lebih dahulu mengetahui shalat-shalat yang boleh di jama’
dan shalat-shalat yang tidak boleh di jama’ (dikumpulkan).
Adapun shalat yang boleh di jama’ itu hanya shalat Dhuhur boleh di jama’ dengan
shalat Ashar, dan shalat Maghrib boleh di jama’ dengan shalat Isya’. Shalat
Shubuh tidak boleh di jama’ dengan shalat Isya’ atau shalat Dhuhur. Dan shalat
Ashar tidak boleh di jama’ dengan shalat Maghrib (Al-Taqrib pada
Hamisy Fathul Qarib: 17).
Bagi seorang yang hilang manik-maniknya pada waktu Dhuhur, Maghrib atau Shubuh,
tidak wajib mengqadla shalat yang sebelumnya, karena tidak boleh di jama’. Ia
hanya kewajiban mengerjakan shalat waktu itu saja dengan adaa’,
sekiranya masih cukup waktunya untuk bersuci dan mengerjakan shalat satu
rekaat. Apabila waktunya sudah tidak cukup, maka shalatnya dikerjakan dengan
qadla.
Apabila hilangnya manik itu pada waktu Ashar atau waktu Isya’, sekalipun hanya
waktu yang hanya cukup untuk mengucapkan lafad Takbir, Allaahu Akbar, maka ia
kewajiban mengerjakan shalat waktu itu dengan adaa’, sekira waktunya masih
cukup untuk besuci dan menger-jakan shalat satu rekaat. Apabila waktunya sudah
tidak cukup, maka shalatnya dikerjakan dengan qadla, kecuali ia diwajibkan
mengerjakan shalat waktu hilangnya manik-manik. Ia diwajibkan pula mengqadla
shalat waktu yang sebelumnya, karena boleh di jama’ (Syarhu Al-Minhaj
pada Hamisy Hasyiyah Al-Jamal: 1/279).
Contoh-Contoh
1. Seorang wanita
berhenti haid pada jam satu siang, maka ia diwajib-kan shalat Dhuhur saja
dengan adaa’ (shalat tepat waktunya).
2. Seorang wanita
berhenti haid pada waktu Dhuhur tinggal setengah menit, maka ia diwajibkan
shalat Dhuhur dengan qadla.
3. Seorang wanita
berhenti haid pada jam empat sore, maka ia diwa-jibkan shalat Ashar dengan
adaa’ dan mengqadla shalat Dhuhur.
4. Seorang wanita
berhenti haid pada waktu Ashar hanya tinggal seteng-ah menit, maka ia
diwajibkan shalat Ashar dan shalat Dhuhur dengan qadla keduanya.
Perkara Yang Menyebabkan
Kewajiban Mandi
Perkara yang menyebabkan kewajiban mandi itu sebanyak ada enam perkara, dua
perkara berlaku bagi kaum wanita dan berlaku pula bagi kaum lelaki, ialah
sebagai berikut:
1. Mandi jenabat, sebab
bersetubuh, walaupun tidak keluar mani, atau keluar mani, walaupun tidak
bersetubuh.
2. Kewajiban mandi
disebabkan meninggal dunia, kecuali mati syahid, yaitu mati di medan
pertempuran berperang melawan kafir harbi, dan mati karena uzur. Seperti mati
terbakar dan sejenisnya.
Dan
yang tiga perkara berlaku hanya untuk kaum wanita yaitu sebagai berikut:
3. Sebab mengeluarkan
darah haid
4. Sebab mengeluarkan
darah nifas
5. Sebab melahirkan anak,
meskipun masih berupa segumpal darah, atau segumpal daging, yakni belum
membentuk rupa manusia (Fathul Qaribul Mujib: 6, Husnul Mathalib: 67 dan
Kasyifatus Saja: 24).
Beberapa-Masalah Penting
1. Apabila ada seorang
wanita selesai bersetubuh dengan suaminya. Setelah mandi, ia keluar dari
kemaluannya berupa mani suaminya. Apakah wajib mengulang mandinya atau tidak?
Jawabannya: Apabila wanita itu ketika disetubuhi suaminya dalam keadaan
syahwat, maka ia diwajibkan untuk mandi lagi, kareana mani yang keluar adalah
campuran antara air maninya sendiri dengan mani suaminya. Akan tetapi apabila
wanita itu ketika disetubuhi tidak bersyahwat, misalnya sedang tidur nyenyak,
maka ia tidak diwajibkan mandi lagi, karena yang keluar itu hanya murni maninya
suami (Kasyifatus Saja: 22).
2. Apabila seorang wanita
di dalam mengeluarkan darah haid terputus-putus. Apakah ia diwajibkan mandi
haid? Jawabannya: Apabila dalam mengeluarkan darah belum mencapai cukup 24 jam,
maka ia belum diwajibkan mandi. Dan apabila ia mengeluarkan darah sudah cukup
24 jam, maka sewaktu-waktu darahnya berhenti, ia sudah dihukumi suci dari haid,
yakni sudah diwajibkan mandi, shalat, puasa serta sudah halal disetubuhi
suaminya. Kemudian kalau ternyata darah- nya keluar lagi, maka kenyataan mandi,
shalat dan puasanya tidak sah, karena sebenarnya ia masih didalamnya masa haid.
Oleh karena itu nantinya ia diwajibkan mengqadla puasa yang dikerjakan didalam
berhentinya itu. Ia tidak berdosa melakukan persetubuhan di dalam masa
berhentinya itu, walaupun sejatinya masih di dalam masa haid, karena hanya melihat
pada dhahirnya saja. Seterusnya, sewaktu-waktu darahnya berhenti lagi, maka ia
dihukumi suci lagi. Jadi diwajibkan macam-macam lagi. Dan apabila darahnya
kembali keluar lagi, maka kenyataannya ia masih di dalam masa haid. Demikian
seterusnya, selama belum lebih dari 15 hari dan 15 malam (Al-Jamal ‘Ala
Syarhil Minhaj: 1/226).
Fardlu-Fardlunya Mandi
Bahwa
fardlu-fardlu atau rukun-rukunnya mandi wajib atau sun-ah jumlahnya sebanyak
tiga perkara ialah:
1. Niat di dalam hati
untuk menghilangkan janabat, haid, nifas atau wiladah. Dengan mengguyurkan air
ke sebagian anggota badan, misalnya wajah atau yang lain.
2. Meratakan air ke
seluruh kulit tubuh dan rambut. Untuk wanita yang rambutnya digelung
atau di pocong, jika tidak bisa sampai dan merata air kedalamnya, maka
wajib mengurai rambutnya. Kemudian ketika meratakan air ke seluruh lekuk-lekuk
tubuh, wanita yang mandi tidak cukup dengan posisi berdiri, tetapi harus
duduk sekira air merata ke seluruh tubuh dan rambut.
3. Menghilangkan najis dengan
air, bila dalam tubuhnya terdapat najis yang nyata. Keterangan ini yang
dianggap baik oleh Imam Rafi’i. Oleh karena itu tidak cukup membasuh satu kali
untuk menghilangkan hadas dan sekaligus najis, kecuali najis hukmiyah (Ri’ayatal
Himmat: 1/151-152).
Syarat-Syarat Sah Wudlu dan
Mandi
Bahwa syarat-syarat sahnya wudlu dan mandi itu jumlahnya ada sembilan perkara,
yaitu:
1. Islam. Artinya mandi
seseorang dianggap sah, jika ia beragama Islam (mengucapkan dua kalimat
Syahadat dengan memenuhi syarat-syaratnya).
2. Tamyiz. Artinya mandi
seseorang dianggap sah, jika ia berakal sehat. Adapun Tamyiz yang dimaksud,
seseorang yang dapat membedakan antara malam dengan siang, atas dengan bawah,
arah mata ank a: barat- timur, utara-selatan dan antara suci dengan najis.
3. Mengetahui pekerjaan
yang fardlu dalam wudlu dan mandi. Yaitu fardlu wudlu ada enam perkara dan
fardlunya mandi ada tiga perkara.
4. Air yang digunakan
untuk wudlu dan mandi harus dengan air yang. Suci dan mensucikan yang lain.
5. Tidak ada sesuatu pada
lahirnya yang menghalangi sampainya air ke seluruh kulit tubuh anggota wudlu
maupun mandi.
6. Kekal niatnya sampai
pada akhir sempurnanya wudlu dan mandi.
7. Tidak ada sesuatu
akibat yang dapat merubahkan sifat air sampai kulit tubuh anggota wudlu atau
anggota mandi.
8. Mengalir airnya hingga
sampai ke seluruh ubuh anggota wudlu maupun anggota mandi.
9. Sudah berhenti dari
darah haid, nifas maupun wiladat.
Wudlu
dan mandi bagi orang yang kekal hadasnya (Daaimul Hadats), syaratnya
harus ditambah lagi dua perkara yaitu:
10. Wudlu atau mandi
harus sesudah masuk waktu shalat.
11. Dan harus segera
dilaksanakan wudlu dan mandi dengan segera.
(Minhajul Qawim:
14 dan Ri’ayatal Himmah: 1/147-148).)
مسـئلة
الحمـل
MASALAH KEHAMILAN
Masa Kehamilan
Masanya sedikitnya wanita hamil adalah enam bulan lebih seuku-ran lamanya
bersetubuh dan lamanya melahirkan. Waktu tersebut di hitung dari kemampuannya
kumpul suami dengan istrinya sesudahnya akad nikah. Masa kebiasannya wanita
hamil adalah sembilan bulan dan masa hamil paling lama adalah empat tahun Qamariyah,
sebagaimana yang dialami sendiri oleh Imam Syafi’i di kandungan Fatimah ibunya.
Masalah sedikitnya masa hamil, kebiasannya dan lamanya, yang digunakan setandar
bulan yang penuh 30 hari dan bukan bulan penang galan yang kadang hanya berisi
29 hari.
Maka, apabila ada seorang bayi lahir setelah akad nikah belum sampai penuh enam
bulan, nasabnya tidak bisa kepada bapak. Dan jika ada seorang anak lahir
setelah perpisahan orang tuanya sampai teng-gang lebih dari empat tahun, maka
nasab anak tersebut juga tidak bisa kepada bapak. Tetapi apabila pada saat
lahirnya anak belum sampai tenggang cukup empat tahun, maka masih tetap
dihukumi anaknya ba-pak yang sudah perpisahan dengan ibunya (Fathul Qaribul
Mujib pada Hamisy Al-Bajuri: 1/113, Hasyiyah Al-Bujairami
Alal Khatib: 1/305 dan Tabyinal Ishlah: 158).
مسئلةالولا
دة
MASALAH KELAHIRAN
Cara Ingin Mempunyai
Anak Lelaki
Siapa orang yang menginginkan istrinya hamil supaya dianugerahi anak lelaki
oleh Allah Subhaanahu wa Ta’ala, hendaklah ketika istrinya sedang hamil,
tangannya supaya diselipkan pada perut istrinya dengan mengucapkan doa ini:
لبسم
الله الرحمن الرحيم , أللهم إنى أ سمى ما فى بطنها محمدا فاحعله لى ذكرا *
Suatu Masalah
Bayi yang dianggap lahir kembar, paling lama antara lahirnya bayi yang pertama
dengan yang kedua adalah tenggang tidak sampai penuh enam bulan. Apabila
tenggang antara kedua bayi itu sampai enam bulan maka bayi yang lahir nomor dua
tidak dihukumi kembar. Dan hukum-nya seperti hamil sendiri.
Menggugurkan kandungan yang sudah dimasukkan ruh padanya, yaitu umur 120 hari,
hukumnya jelas haram. Adapun menggugurkan kandungan yang belum dimasukkan
padanya ruh, Qaulul Muttajih me-nurut Syaikh Ibnu Hajar Al-Haitami
hukumnya adalah haram. Tetapi menurut Syakh Ramli, hukumnya tidak haram (Fatawi
Al-Ramli pada Hamisy Al-Fatawi al-Kubra al-Fqhiyah li Ibni Hajar:
IV/203 dan Ri’ayatal Himmat: II/296).).
Menggunakan obat yang dapat mencegah kehamilan secara abadi, hukumnya adalah
haram. Adapun menggunakan obat yang hanya mejarangkan kehamilan, jika tidak
karena uzur, hukumnya adalah mak-ruh. Dan jika menggunakan obat penjarang
kehamilan dikarenakan uzur, misalnya karena repot mengurusi anak, maka hukumnya
tidak makruh (Fatawi al-Ramli: IV/203).
Cara-Cara
Melahirkan Anak
Jabang bayi yang baru dilahirkan dari kandungan ibu sayugyanya diusahakan agar
dapat mengikuti jejak sunah Rasulullah Sallallahu Alaihi wa Sallam, dan
para ulama terdahulu yang salih-salih yaitu antara lain sebagai berikut:
1.
Hendaklah dibacakan azan pada telinga bayi sebelah kanan dan diiqamati pada
telinga sebelah kiri, agar diselamatkan Allah dari gangguan Ummus Sibyan (jin),
ank arena mengikuti sunnah Nabi Muhammad Sallallau Alaihi wa Sallam,
yang paduka laksanakan azan dan iqamat itu di telinganya Sayidina Hasan bin
Ali, ketika baru dilahirkan dari kandungan Sayidatina Fatimah al-Zahra’ Radliyallahu
‘Anhuma, serta sekaligus menanamkan tauhid ke dalam hati dan
pendengarannya.
2.
Hendaklah dibacakan doa:
إنى أعيذها بك وذريتها من
الشيطان
الرجيم
pada
telinganya yang kanan.
3.
Hendaklah kepada bayi itu dibacakan surat Ikhlas tiga kali pada telinganya
sebelah kanan, karena Rasulullah Sallallahu Alaihi wa Sallam, juga
pernah berbuat demikian.
4.
Hendaklah “dicetaki” dengan buah kurma. Kalau tidak ada, biasa dengan
makanan manis, yang tidak dimasak dengan api.
5.
Hendaklah dibacakan surat Al-Qadar atau surat Innaa Anzalnahu pada
telinganya yang kanan, karena bayi yang dibacakan surat tersebut, Allah
mentakdirkan, anak tersebut tidak akan berbuat zina selama hidupnya (Hasyiyah
Al-Jamal Ala Syarhi Al-Minhaj: V/267, Hasyiyah Al-Bajuri: 11/305, Fathul
Qarib: 63, Fathul Wahab pada Hamisy Hasyiyah Al-Jamal:
V/265).
6.
Hendaklah sunah mengaqiqahkan putra lelaki dengan menyem-belih kambing dua ekor
dan putra wanita dengan menyembelih kambing satu ekor. Ketika menyembelih
aqiqah disunahkan pada hari yang ketujuh dari kelahirannya.
7.
Hendaklah sunah memberi nama yang bagus kepada anak ketika pada hari ke tujuh
pula, karena Nabi Muhammad Sallahu Alaihi wa Sallam, bersabda:
إنكم تدعون يوم القيامة بأسمائكم
وأسماء أبائكم فحسنوا أسمائكم .(عن أبى درداء).
“Bahwa kamu pada hari kiamat akan diundang dengan nama -namamu dan nama-nama
bapakmu, maka bagusilah nama-nama-mu.” (Hadits Dari Abi Darda’).
8.
Hendaklah, setelah menyembelih aqiqah, disunahkan memo-tong atau mencukur
rambut bayi dan disunahkan pula sede-kah emas atau perak sebobot rambutnya tadi
(Syarhu Al-Minhaj serta Hasyiyah Al-Jamal: V/266).
9.
Hendaklah
memohon kepada Allah agar pada saatnya lahir bayi nanti dimudahkan Allah dan
lahir dengan selamat yaitu membaca:
اخرج أيـهاالولد من بطن
ضيقة الى سعة هذه الدنيا اخرج بقدرة الله الذى جعلك فى قرار مكين الى قدر معلوم –
لو أنزلنـا هذا القرأن على جبل لرأيته خاشعامتصدعا من خشية الله وتلك الا مثال نضربها للناس لعلكم
يتفكرون – هو الله الذى
لا إله إلا الله الملك القدوس السلام المؤ
من المهيمن العزيز الجيار المتكبر
.
سبحان الله عما يشركون. هو الله الخالق البارئ المصور له الا سماء الحسنى يسبح له ما فى
السموات والارض وهو الـعزيز الحكيم – وننزل
من الـقرأن مـا هو شفاء ورحمـة للمؤ منـين
. (Hasyiyah Al-Bujairami Ala Al-Khatib:
V/310).
مسئلة
العد ة
MASALAH ‘IDDAT
Definisi ‘Iddat
Iddat atau Iddah menurut makna bahasa ialah bilangan. Adapun menurut makna
istilah Syara’ ialah: Bilangan waktu menunggu seorang wanita tidak
diperkenankan nikah, karena untuk mengetahui bahwa kandungannya bayi bersih
tidak ada isinya, selain iddatnya anak wanita kecil dan orang wanita tua yang
sudah tidak pernah haid lagi. Atau hanya karena mengikuti perintah bagi
iddatnya anak wanita kecil dan orang wanita tua yang sudah tidak pernah haid
lagi. Atau karena kesu-litannya seorang wanita terhadap iddatnya orang wanita
yang di tinggal mati suaminya.
Hikmahnya
Iddat
Adapun salah satu hikmah dari iddat ialah untuk menjaga nasab keturunan agar
tidak tercampur. Wanita yang diiddatkan disebut nama Mu’taddat.
Mu’taddat terbagi menjadi dua ialah sebagai berikut:
1. Seorang wanita yang
ditinggal mati suaminya, baik sudah pernah disetubuhi oleh suaminya atau belum
(pegat mati: Jawa)..
2. Seorang wanita yang
perpisahan (thalaq) ketika masih sama-sama hidup (pegat urip: Jawa) (Tabyin
al-Ishlah: 146)..
Seorang wanita yang suaminya meninggal dunia itu terdapat dua macam, yaitu
sebagai berikut:
1. Seorang wanita
suaminya meninggal dunia dalam keadaan hamil, ma-ka iddatnya adalah lahirnya
kandungan.
2. Seorang wanita yang
suaminya meninggal dunia tidak dalam keadaan hamil, maka iddatnya empat bulan
lebih sepuluh hari (Tabyin al-Ish-lah: 146-147).
Seorang wanita yang berpisah dengan suaminya karena thalaq atau karena fasakh
nikah adalah tiga macam yaitu:
1. Seorang wanita yang
berpisah karena thalaq atau fasakh nikah dalam keadaan hamil, maka iddatnya
sampai lahirnya kandungan.
2. Seorang wanita yang
berpisah karena thalaq atau fasakh nikah dalam keadaan tidak hamil dan masih
terbiasa haid, maka iddatnya tiga persucian.
3. Seorang wanita yang
pisah karena thalaq atau fasakh nikah dalam keadaan tidak hamil dan belum atau
sudah tidak terbiasa haid, kare-na masih kecil atau memang usia sudah tidak
haid lagi, maka idatnya tiga bulan (Tabyin al-Ishlah: 148). Dan apabila
seorang wanita di thalaq dan tidak dalam keadaan hamil, tetapi masih mempunyai
(keluar) darah haid, maka iddatnya, tiga sucian (Tabyin al-Ushlah: 147).
Seorang wanita yang bepisah karena thalaq atau fasakh nikah, tetapi belum
pernah disetubuhi suaminya, maka ia tidak ada iddatnya. Oleh karena itu, ketika
sudah di thalaq, maka tanpa menunggu iddat, ia diperbolehkan nikah lagi dengan
orang lain (Fathul Mu’in pada Hamisy Hasyiyah Inganatut Thalibin:
IV/37 dan 38).
Peringatan!
Terhukum haram, seorang lelaki yang melamar seorang wanita yang sedang dalam
masa ‘Iddat Raj’iyyat (Iddat yang masih boleh rujuk kembali), baik pada
ketika melamar menggunakan bahasa yang jelas (sharih) ataupun dengan
bahasa sindiran (kinayat).Terhukum haram pula bagi seorang lelaki yang
melamar seorang wanita dalam masa iddat kare-na thalaq bai’in dengan
bahasa yang jelas. Adapun melamarnya dengan bahasa sindiran atau meliringi,
hukumnya diperbolehkan.
Hukum terperinci tersebut bagi selain orang lelaki yang mempu-nyai iddat, yang
masih mungkin diperbolehkan kembali menikah lagi di dalamnya iddat. Orang
tersebut dengan mutlak diperbolehkan melamar dengan bahasa atau kata-kata yang
jelas ataupun meliringi. Yang dina-makan melamar dengan bahasa jelas
ialah, kata-kata yang mempunyai maksud memastikan akan menikah dengan wanita
itu. Seperti: Saya ber- maksud akan menikah dirimu. Atau sewaktu-waktu iddatmu
selesai aku akan menikahimu. Adapun yang dimaksud melamar dengan bahasa me-liringi,
ialah. Kata-kata yang isinya serupa menghendaki nikah, dan juga serupa
dengan sebaliknya, yakni tidak menghendaki nikah. Seperti: Anda seorang wanita
yang cakap dan ayu mempesona . Atau, banyak lelaki yang mengaharpan kepada
anda.
Adapun hukumnya menjawab lamaran tersebut, sama hukumnya
dengan melamar. Kalau melamarnya itu terhukum haram, maka men-jawabnya pun
haram. Dan kalau melamarnya diperkenankan, menjawab lamaran itu juga
diperkenankan.
asa
إخـتتام
KATA PENUTUP
Alhamdulillah,
penulisan kitab yang membicarakan problematika darah wanita, yaitu darah haid,
darah nifas dan darah istihadlat, telah selesai. Karena keterbatasan
pengetahuan dan bahan bacaan yang kami miliki, mengenai masalah yang
dibicarakan dalam kitab ini, maka barang kali isinya masih kenyataan kurang
dari yang diharapkan. Namun kami kira sudah cukup untuk kebutuhan kaum wanita
dalam memahami ma-salah yang dijelaskan dalam kitab Risalat al-Mahidl
ini, yaitu perkara darah haid, darah nifas, darah istihadlat dan persoalan yang
berpautan dengan darah-darah wanita, yang ada hubungannya beribadah, terutama
shalat dan puasa, kepada Allah Rabbul Jalil.
Harapan kami semoga kitab ini dapat membantu mengatasi kesuli-tan yang dihadapi
oleh kaum wanita dan orang-orang yang mempunyai tanggung jawab terhadap
kebenaran wanita dalam upaya pengabdiannya kepada Allah Rabbul ‘Izzati
ketika di dunia, dan tanggung jawab mereka di hadapan mahkamah Allah besuk di
hari kiamat. Sehingga dalam kehi-dupan berumah tangga, kedua insan, lelaki dan
wanita saling berikhtiar agar dalam kondisi yang tenang, tenteram, sakinah dan
istiqamah yang sebenarnya dalam mengamalkan pedoman syariat Islam secara
teratur dan totalitas, insya Allah.
Penulis merasa bangga dan terima kasih kepada siapa saja yang berkenan
memperbaiki tulisan ini, apabila ternyata salah, atau kurang tepat menurut
pemahaman yang semestinya. Kritik konstrutif, nasihat yang membangun dan pola
pikir wawasan keagamaan dan social di masa mendatang, sangat penulis harapkan
dan diterima dengan tang terbuka. Justru yang sangat kami harapkan, masyarakat
muslim, terutama kaum remaja dan pemuda, dapatlah memberikan andil kepada
agama, nusa dan bangsa dalam bentuk tulisan atau karangan yang bermanfaat untuk
pengembangan ilmu dan sekaligus menjadi warisan bagi generasi dimasa kemudian.
Kitab ini selesai di tulis pada hari Kamis tanggal 11 Shafarul Khair 1428 H.
bertepatan tanggal 1 Maret 2007 M. di rumah Paesan tengah, Kedungwuni
Pekalongan, Jawa Tengah.
Semoga rahmat dan salam senantiasa tercurah kepada baginda Nabi Muhammad
Sallallahu Alaihi wa Sallam, dan segala puji hanyalah untuk Allah seru sekalian
alam. Amin, semoga Allah senantiasa menabul kan permohonan kami.